Teknologi

Hacker Semakin Gencar, Indonesia Alami Krisis Ahli Keamanan Siber

18
×

Hacker Semakin Gencar, Indonesia Alami Krisis Ahli Keamanan Siber

Share this article
Hacker Semakin Gencar, Indonesia Alami Krisis Ahli Keamanan Siber
Hacker Semakin Gencar, Indonesia Alami Krisis Ahli Keamanan Siber

KenapaSih.com, Tekno – Indonesia dan dunia tengah menghadapi tantangan besar akibat kekurangan tenaga ahli di bidang keamanan siber. World Economic Forum mencatat defisit global mencapai sekitar empat juta profesional keamanan siber, dengan kawasan Asia-Pasifik paling terdampak.

Di Tanah Air, 80 persen organisasi mengakui minimnya pakar keamanan siber. Kondisi ini meningkatkan risiko kebocoran data penting, serangan ransomware, hingga gangguan layanan di sektor publik dan swasta.

Minimnya tenaga ahli keamanan siber berpotensi melemahkan ketahanan infrastruktur digital nasional. Serangan yang semakin canggih kini menyasar sistem kritikal dan data rahasia, tidak hanya di pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan UMKM.

Hanief Bastian, Regional Technical Head ManageEngine Indonesia, menegaskan kondisi tersebut dapat memperlambat kemajuan inovasi digital. “Inovasi digital akan tersendat jika organisasi ragu mengadopsi teknologi baru karena keamanan siber yang belum memadai,” katanya dalam keterangan pers, Rabu (18/6/2025).

Hanief juga menyoroti kerentanan UMKM yang memiliki sumber daya terbatas, sementara pelaku kejahatan siber semakin terorganisir dan agresif.


Bukan Sekadar Masalah Teknis

Krisis keamanan siber ini berdampak langsung pada masyarakat luas yang kian sering menjadi sasaran pencurian identitas dan penipuan digital merugikan.

Paradigma keamanan siber pun berubah signifikan. Dari yang sebelumnya hanya dianggap urusan teknis, kini telah menjadi fungsi strategis vital dalam bisnis.

Strategi keamanan digital yang efektif harus menyatu dengan tujuan bisnis organisasi, mampu menyesuaikan diri dengan regulasi yang terus bergeser, serta mendukung inovasi yang aman.

“Profesi keamanan siber kini tidak hanya membutuhkan keahlian teknis mendalam, tapi juga kemampuan komunikasi efektif dengan berbagai pemangku kepentingan non-teknis dan pemahaman kuat soal konteks bisnis,” jelas Hanief.

Dia menegaskan, Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang dapat memimpin dan berpikir strategis, bukan sekadar reaktif memadamkan ‘kebakaran’ digital saat insiden terjadi.


Fokus pada Kemudahan Penggunaan

Untuk menutup kesenjangan keahlian yang ada, pemanfaatan teknologi yang mudah digunakan (user friendly) menjadi kunci utama. Solusi low-code dan no-code, sistem manajemen patch otomatis, serta teknologi deteksi ancaman berbasis Kecerdasan Buatan (AI) mampu memberdayakan tim dengan keahlian terbatas agar tetap efektif merespons serangan siber.

Hanief menambahkan, pemantauan ancaman secara real-time dan dashboard keamanan yang intuitif kini jadi kebutuhan mendesak.

“Tujuannya agar visibilitas potensi ancaman dan respons cepat bisa dimiliki siapa saja di garda terdepan operasional Teknologi Informasi (TI), tidak hanya terbatas pada pakar keamanan siber bersertifikasi,” ujar Hanief.


Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Membangun pertahanan siber yang kuat dan terpercaya di Indonesia memerlukan upaya bersama yang tak bisa dilakukan secara parsial.

Dibutuhkan pendekatan menyeluruh yang mengintegrasikan pelatihan tenaga kerja, otomatisasi proses keamanan, serta pemanfaatan teknologi cerdas secara maksimal.

Program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan kapasitas SDM (upskilling) wajib menjadi prioritas utama.

Sementara itu, otomatisasi tugas rutin seperti patching dan respons insiden keamanan dapat meringankan beban tim keamanan yang sering kekurangan personel.

“Keamanan digital bukan hanya soal teknologi, melainkan sinergi antara orang yang tepat dengan keahlian relevan, proses yang terstruktur, serta alat dan teknologi efektif,” kata Hanief menutup.