KenapaSih.com, Internasional – Pengadilan Israel pada Jumat (27/6/2025) menolak permohonan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menunda kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Penolakan ini datang setelah mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyerukan agar kasus tersebut dibatalkan.
Dalam permohonan yang diajukan Kamis (26/6), tim kuasa hukum Netanyahu meminta agar kliennya dibebaskan dari kewajiban menghadiri sidang selama dua pekan ke depan. Permintaan tersebut diklaim berkaitan dengan kebutuhan Netanyahu untuk fokus menangani “isu-isu keamanan” seiring memanasnya konflik Iran–Israel.
Namun, dalam putusan yang dipublikasikan secara daring, Pengadilan Distrik Yerusalem menyatakan bahwa permintaan tersebut tidak memuat dasar atau justifikasi yang memadai untuk dapat menunda jalannya persidangan. Hal ini sebagaimana dilaporkan oleh CNA.
Sebelumnya, pada Rabu (25/6), Donald Trump menyebut proses hukum terhadap Netanyahu sebagai bentuk “perburuan penyihir” dan mendesak agar persidangan tersebut “DIBATALKAN, SEGERA,” atau agar otoritas memberikan pengampunan kepada sosok yang ia sebut sebagai “Pahlawan Besar.”
Istilah “perburuan penyihir” kerap digunakan untuk menggambarkan proses hukum yang dinilai bermotif politik dan ditujukan untuk menjatuhkan pihak tertentu.
Netanyahu sendiri telah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Trump atas dukungannya selama konflik singkat antara Israel dan Iran, yang berakhir dengan gencatan senjata pada 24 Juni lalu.
Skandal Mengerubungi Netanyahu
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tengah menghadapi serangkaian skandal yang menyeret namanya dalam beberapa kasus hukum. Dalam salah satu perkara, Netanyahu dan sang istri, Sara, didakwa menerima berbagai barang mewah senilai lebih dari USD 260.000—termasuk cerutu, perhiasan, dan sampanye—yang diberikan oleh sejumlah miliarder sebagai imbalan atas keuntungan tertentu.
Sementara dalam dua kasus lainnya, Netanyahu dituduh berupaya melakukan negosiasi dengan dua media besar di Israel guna memperoleh pemberitaan yang lebih menguntungkan secara pribadi.
Sejak menjabat kembali pada akhir 2022, pemerintahan yang dipimpin Netanyahu juga telah mengusulkan paket reformasi yudisial berskala besar. Usulan ini menuai kritik keras karena dinilai bertujuan melemahkan independensi lembaga peradilan di Israel.
Netanyahu sendiri telah beberapa kali mengajukan permintaan penundaan sidang sejak proses hukum dimulai pada Mei 2020. Alasan yang diajukan berkisar pada kondisi keamanan, mulai dari konflik di Gaza pada 2023, pertempuran di Lebanon, hingga terbaru, eskalasi dengan Iran.